Tuesday, May 29, 2007

Tidak Selalu Harus Berwujud "Bunga"

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di perasaan saya, ketika saya bersandar di
bahunya yang bidang.

Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan.

Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.

"Mengapa ?", tanya suami saya dengan terkejut.

"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan," jawab saya.

Suami saya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya ?

Dan akhirnya suami saya bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiran kamu?"

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaan saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan memetik bunga itu untuk saya?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."

Perasaan saya langsung gundah mendengar responnya.

Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan...

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."

Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu "teman baik" kamu datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi aneh."

Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan lidah saya untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami."

"Kamu selalu terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu."

"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."

"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air mata kamu mengalir menangisi kematian saya."

"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih dari saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan saya, kaki saya, mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetapberusaha untuk terus membacanya.

"Dan sekarang, Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu jawaban kamu."

"Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, Sayang, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidup kamu. Percayalah, bahagia saya adalah bila kamu bahagia."

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan saya.

Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintai saya.

Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".

Mimpi Terindah --- Percakapan Dengan TUHAN

Aku : "Zzzzz Zzzzz Zzzzz......"

TUHAN : "Bangun !!!"
Aku : "Hmmm.... siapa ya ?"
Tuhan : "AKU ??? AKU TUHAN. AKU dengar di doamu, kau ingin bicara langsung dengan-KU, maka doamu KU-kabulkan."

Aku (tertegun) : "Oh, aku tidak menyangka doaku dikabulkan,. Lalu kita ada di mana ?"
TUHAN : "Di dalam mimpimu, ini media paling mudah untuk berbicara."
AKU (tertegun) : "Ooooh..."

TUHAN : "KU-dengar di doamu, kau ingin mengajukan pertanyaan kepada KU. AKU ingin mendengarnya sekarang."
Aku : "Benar. Bisakah sekarang kumulai ?"
Tuhan : "Tentu."

Aku : "TUHAN, tahukah ENGKAU bahwa dunia yg KAU ciptakan ini penuh dengan ketidakadilan. Banyak orang percaya dianiaya. Orang benar menderita. Itu tidak adil TUHAN !"

TUHAN : "Menurutmu, apakah adil, ketika AKU mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosamu??"
Aku : "Kalau begitu, semua orang benar harus menderita di dunia, begitu ?"

TUHAN : "Apakah penderitaan itu selamanya ? Mengapa ketika menderita manusia selalu bertanya "mengapa harus aku?". Tetapi, ketika senang, mereka tidak pernah bertanya, "mengapa harus aku ?"

Aku : "Kalau begitu, mengapa banyak orang jahat hidup senang ?"
TUHAN : "Kau yakin ?"
Aku : "Ya... walaupun tidak semua ..."

Tuhan : "Kalau begitu, cobalah jadi jahat, dan lihatlah, seberapa lama kau
akan senang, kau bisa membuktikannya sendiri."

Aku : "Hidup ini terlalu rumit untuk dijalani, mengapa KAU selalu mendatangkan cobaan dan masalah?"
TUHAN: "Masalah KU-datangkan bukan untuk disesali dan dikeluhi, tapi untuk diselesaikan. Cobaan KU-datangkan untuk menunjukkan adanya diri-KU, dan perlunya berserah pada-KU."

Aku : "Tapi, setiap masalah datang, Aku selalu berdoa meminta jalan keluar. Tetapi, kadang KAU tidak memberinya ? Mengapa ?"

TUHAN : "Mengapa ? Pertanyaan bagus! Mengapa setiap firman yang
KU-perintahkan padamu, kau tidak pernah melakukannya atau selalu
menunda-nunda ? Sebelum engkau menuai, menaburlah terlebih dahulu."

Aku : "Mengapa manusia tidak pernah puas terhadap dirinya ?"
TUHAN : "Manusia tidak akan menyadari betapa berharganya sesuatu, sampai mereka kehilangan semuanya.

Aku : "Karena itulah TUHAN, mengapa penyesalan selalu datang terlambat ? Itu menyebalkan..."

TUHAN : "Kalau belum terlambat, bukan penyesalan namanya. Kalau belum
menyesal, manusia tidak akan pernah tahu dimana letak kesalahannya."

Aku : "Memang benar. Tapi, penyesalan selalu mendatangkan penderitaan."
TUHAN : "Ketika penyesalan datang, manusia diberi 2 pilihan. Pertama, segera bangkit dan meninggalkan duka-citanya. Itu membuat manusia makin kuat dan terasah. Kedua, berkata : "Aku tidak kuat, beban ini terlalu berat untuk dijalani", itu mendatangkan penderitaan."

Aku : "Perlukah aku memelihara doa dan waktu untuk-MU setiap harinya ?"
Tuhan : "Perlukah AKU mejagamu dan mengawasimu setiap harinya ?"
Aku : "TUHAN, seringkali aku sudah berusaha dan berusaha, tapi selau gagal ! Mengapa ?"
TUHAN : "Berapa kali kau mencoba ?"

Aku : "Katakanlah 10 kali."
TUHAN : "Bagus. Kalau begitu kau sudah mengetahui 10 cara yg tidak berhasil. Jangan samakan kegagalan dengan pengalaman. Manusia tidak pernah gagal, sampai dia berhenti berusaha."

Aku : "Tapi, semua itu terlalu beresiko TUHAN. Setiap usaha mempunyai resiko."
TUHAN : "Sesungguhnya, ketika kau takut mengambil satu resiko, kau telah mengambil resiko yang tersisa,
yaitu kau tidak akan pernah berhasil !"

Aku : "Kalau begitu, bagaimana cara mendapat kesenangan hidup ?"

TUHAN : "Cintailah dirimu sendiri, dan senantiasa bersyukur. Hidup ini sebenarnya indah. Jika masalah datang, jangan biarkan masalah menguasai dirimu, tetapi belajarlah menguasai masalah. Ah, waktu kita habis, kau
sudah harus bangun pagi..."

Aku : "Kapan kita bisa berbicara seperti ini lagi ?"
Tuhan : "Kapanpun. Sebenarnya jarak Kita hanya dipisahkan oleh doa."
Aku : "Oke, terima kasih TUHAN atas pembicaraan yg indah ini."
TUHAN : "Sama-sama."

Aku pun terbangun dari mimpiku......

TUHAN Memberkati !

Thursday, May 17, 2007

Kita Semua adalah Tempayan Retak

Seorang tukang air di India memiliki dua tempayan besar; masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawanya menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi tidak. Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air penuh setelah perjalanan panjang dari mata air ke rumah majikannya, tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.

Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna.

Namun si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya dapat diberikannya.

Setelah dua tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air, "Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu".
"Kenapa?" tanya si tukang air. "Kenapa kamu merasa malu?".
"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air dari yang seharusnya dapat saya bawa karena adanya retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi," kata tempayan itu.

Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak, dan dalam belas kasihannya, ia berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor, dan kembali tempayan retak itu meminta maaf pada si tukang air atas kegagalannya.

Si tukang air berkata kepada tempayan itu, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan yang lain yang tidak retak itu? Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan
di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu ada, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."

Setiap dari kita memiliki cacad dan kekurangan kita sendiri. Kita semua adalah tempayan retak. Namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan kita untuk menghias meja Nya. Di mata Tuhan yang bijaksana, tak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan kekuranganmu. Kenalilah kelemahanmu dan kamu pun dapat menjadi sarana keindahan Tuhan. Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, kita menemukan kekuatan kita.

Tuesday, May 15, 2007

Kisah 3 Pohon

Alkisah, ada tiga pohon di dalam hutan. Suatu hari, ketiganya saling menceritakan mengenai harapan dan impian mereka.

Pohon pertama berkata, " Kelak aku ingin menjadi peti harta karun. Aku akan diisi dengan emas, perak dan berbagai batu permata dan semua orang akan mengagumi keindahannya."

Kemudian pohon kedua berkata, “suatu hari kelak aku akan menjadi kapal yang besar. Aku akan mengangkut raja-raja dan berlayar ke ujung dunia. Aku akan menjadi kapal yang kuat dan setiap orang merasa aman dekat denganku.

Akhirnya pohon ke tiga berkata, “aku ingin tumbuh menjadi pohon yang tertinggi di hutan di puncak bukit. Orang-orang akan memandangku dan berpikir betapa aku begitu dekat untuk menggapai surga dan Tuhan. Aku akan menjadi pohon terbesar sepanjang masa dan orang akan mengingatku.

Setelah beberapa tahun berdoa agar impian terkabul, sekelompok penebang pohon datang dan menebang ketiga pohon itu. Pohon pertama dibawa ke tukang kayu. Ia sangat senang sebab ia tahu bahwa ia akan dibuat menjadi peti harta karun.

Tetapi doanya tidak menjadi kenyataan karena tukang kayu membuatnya menjadi kotak tempat menaruh makan ternak. Ia hanya diletakkan di kandang dan diisi jerami.

Pohon ke dua dibawa ke galangan kapal. Ia berpikir bahwa doanya menjadi kenyataan.
Tetapi ia dipotong-potong dan dibuat menjadi sebuah perahu nelayan kecil. Impiannya untuk menjadi kapal besar untuk mengangkut raja-raja telah berakhir.

Pohon ketiga dipotong menjadi potongan-potongan kayu besar dan dibiarkan teronggok dalam gelap. Tahun demi tahun berlalu, dan ketiga pohon itu telah melupakan impiannya.

Kemudian suatu hari, sepasang suami-istri tiba di kandang. Sang istri melahirkan dan meletakkan bayinya di atas tumpukan jerami di kotak makanan ternak yang dibuat dari
pohon pertama. Orang-orang datang menyembah bayi itu. Akhirnya pohon pertama sadar bahwa didalamnya diletakkan harta terbesar sepanjang masa.

Bertahun-tahun kemudian, sekolompok laki-laki naik ke atas perahu nelayan yang dibuat dari pohon ke dua. Ditengah danau, badai besar datang dan pohon kedua berpikir bahwa ia tidak cukup kuat untuk melindungi orang-orang didalamnya. Tetapi salah seorang laki-laki itu berdiri dan berkata "DIAM!" Tenanglah! Dan badaipun berhenti. Ketika itu, tahulah bahwa ia telah mengangkut Raja diatas segala raja.

Akhirnya, seorang datang dan mengambil pohon ketiga. Ia dipikul sepanjang jalan sementara orang-orang mengejek lelaki yang memikulnya. Laki-laki ini kemudian dipakukan di kayu ini dan mati di puncak bukit. Akhirnya pohon ketiga sadar bahwa ia
demikian dekat dengan Tuhan, karena Yesus yang disalibkan padanya.

KETIKA KEADAAAN TIDAK SEPERTI YANG ENGKAU INGINKAN, KETAHUILAH TUHAN MEMILIKI RENCANA UNTUKMU. JIKA ENGKAU PERCAYA PADA-NYA, IA AKAN MEMBERIMU BERKAT-BERKAT BESAR.

KETIGA POHON MENDAPATKAN APA YANG MEREKA INGINKAN. TETAPI TIDAK DENGAN CARA SEPERTI YANG MEREKA BAYANGKAN. KITA TIDAK SELALU TAHU APA RENCANA TUHAN BAGI KITA. KITA HANYA TAHU BAHWA JALANNYA BUKANLAH JALAN KITA, TETAPI JALAN-NYA ADALAH YANG TERBAIK BAGI KITA.

Monday, May 14, 2007

Bersepeda Dengan Tuhan

Mulanya aku melihat Tuhan sebagai Pengawas, Pengadil, mencatat setiap kesalahanku, juga tahu apakah aku masuk surga atau neraka kalau mati. Ia di luar sana seperti president. Aku mengenali gambar-Nya kalau aku lihat, tapi Aku tidak begitu kenal Dia.

Tapi, kemudian setelah aku mengenal Kekuatan Terbesar-ku, hidup jadi seperti mengendarai sepeda - di sepeda gandeng. Tuhan di sepeda belakang, membantuku mengayuh.

Aku tidak tahu pasti kapan itu, saat Ia menyarankan kami berganti posisi, dan aku setuju, dan hidupku tidak pernah sama lagi sejak itu.

Saat aku mengira aku yang memegang kendali, Aku juga mengira aku tahu jalannya. Aku mencoba mengambil jarak terpendek di antara dua titik. Tapi, saat aku membiarkan Ia memimpin, Aku jadi tahu bahwa Ia tahu tahu jalan panjang yang menyenangkan, mendaki, melewati jalan-jalan berbatu, kadang mengayuh dengan kecepatan yang menakutkan. Cuma itu yang bisa kulakukan untuk bertahan! Bahkan waktu jalan terlihat membingungkan atau mungkin salah, Ia hanya berkata, "KAYUH!"

Aku kuatir dan cemas, dan bertanya, "Kemana Dikau membawa diriku?" Ia hanya tertawa, dan tidak menjawab - hanya mencondongkan badannya sedikit ke belakang, menyentuh tanganku untuk mengingatkan bahwa Ia selalu bersamaku dalam perjalanan ini. Jadi, aku mulai belajar hukum spiritual alam semesta, dan aku mulai percaya kehidupan. Betapa ini telah menjadi sebuah petualangan hebat!

Ia membawaku ke orang-orang dengan berkah yang saya perlukan, berkah penyembuhan, penerimaan dan kebahagiaan. Mereka memberikan berkah mereka dengan cuma-cuma untuk kubawa dalam perjalananku, perjalanan kami, Tuhan dan aku. Dan kami teruskan perjalanan kami. Sebelum kusadari, Tuhan berkata,"Ayo bagi-bagikan berkah ini, hanya jadi kelebihan bagasi, terlalu banyak untuk hanya kita yang memilikinya."

Dan begitulah, aku bagikan ke semua orang yang kami temui sepanjang jalan. Dan kudapati bahwa semakin banyak kubagikan, semakin banyak kuterima pula, dan beban kami tetap saja ringan.

Sulit pada awalnya untuk percaya kepada-Nya, membiarkannya menyetir hidupku. Kutakutkan Ia bisa merusaknya. Kupelajari kemudian bahwa Tuhan tahu rahasia sepeda yang tidak kuketahui! Contohnya, Ia tahu bagaimana melewati tikungan tajam, melompati batu-batuan tinggi, dan Ia terbang melewati jalur-jalur menakutkan. Lagipula, aku belajar lebih menikmati pemandangan dan terpaan dingin di wajahku, dalam keakraban yang tetap dan menyenangkan dengan Kekuatan Terbesar-ku.

Dan saat aku yakin aku tidak sanggup meneruskan lagi, Ia hanya tersenyum dan
berkata, "KAYUH!"

Thursday, May 10, 2007

Keputusan Sang Ayah

Setelah beberapa lagu pujian seperti biasanya pada hari minggu, pembicara gereja bangkit berdiri dan perlahan-lahan berjalan menuju mimbar untuk berkhotbah.

"Seorang ayah dan anaknya serta teman anaknya pergi berlayar ke samudra Pasifik", dia memulai, "ketika dengan cepat badai mendekat dan menghalangi jalan untuk kembali ke darat. Ombak sangat tinggi, sehingga meskipun sang ayah seorang pelaut berpengalaman, ia tidak dapat lagi mengendalikan perahu sehingga mereka bertiga terlempar ke lautan."

Pengkotbah berhenti sejenak, dan memandang mata dua orang remaja yang mendengarkan cerita tersebut dengan penuh perhatian. Dia melanjutkan, "dengan menggenggam tali penyelamat, sang ayah harus membuat keputusan yang sangat sulit dalam hidupnya ... kepada anak yang mana akan dilemparkannya tali penyelamat itu. Dia hanya punya beberapa detik untuk membuat keputusan.

Sang ayah tahu bahwa anaknya adalah seorang pengikut Kristus, dan dia juga tahu bahwa teman anaknya bukan. Pergumulan yang menyertai proses pengambilan keputusan ini tidaklah dapat dibandingkan dengan gelombang ombak yang ganas. Ketika sang ayah berteriak, "Aku mengasihi engkau, anakku!" Dia melemparkan tali itu kepada teman anaknya. Pada waktu dia menarik teman anaknya itu ke sisi perahu, anaknya telah menghilang hanyut ditelan gelombang dalam kegelapan malam. Tubuhnya tidak pernah
ditemukan lagi."

Ketika itu, dua orang remaja yang duduk di depan, menantikan kata-kata berikut yang keluar dari mulut sang pembicara. "Sang ayah," si pembicara melanjutkan, "tahu bahwa anaknya akan masuk dalam kekekalan dan diselamatkan oleh Yesus, dan dia tidak sanggup membayangkan jika teman anaknya melangkah dalam kekekalan tanpa Yesus. Karena itu dia mengorbankan anaknya sendiri. Betapa besar kasih Allah, sehingga Ia melakukan hal yang sama kepada kita."

Sang pembicara kembali ke tempat duduknya sementara keheningan memenuhi
ruangan.

Beberapa saat kemudian, dua orang remaja duduk di sisi pembicara. "Cerita yang menarik," seorang remaja memulai pembicaraan dengan sopan, "tapi saya pikir tidaklah realistis bagi sang ayah untuk mengorbankan hidup anaknya hanya dengan berharap bahwa teman anaknya akan menjadi seorang pengikut Kristus."

"Benar, engkau benar sekali," jawab pembicara. Sebuah senyum lebar menghiasi wajahnya dan kemudian dia memandang kedua remaja tersebut dan berkata, "Tentu saja itu tidak realistis bukan? Tapi saya ada di sini untuk memberitahu kalian bahwa cerita itu membuka mataku tentang apa yang sesungguhnya terjadi ketika Tuhan memberikan AnakNya untuk saya."

"Engkau tahu ... sayalah teman sang anak itu". (Anonim)
____________________________________________________________

Jika seseorang tidak diselamatkan, itu bukan karena ia tidak dapat, tetapi ia tidak ingin. Satu-satunya rintangan dalam menerima pengampunan dosa adalah rintangan yang kita buat sendiri.